Jika Kau Menginginkan Sesuatu, Gapailah!

Oleh: Fatimah Azzahra Shellyni Sari

Tinggal menghitung hari aku mengenakan seragam putih abu-abu, aku perhatikan seisi kelas, biasanya kelasku tetap ramai sekalipun jam istirahat. Tapi tidak kali ini, hanya beberapa temanku yang masih berada di kelas.
Hampir semua temanku ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, termasuk aku. Namun, ada hal yang sangat mengganjal hati ketika ada yang menanyakan aku ingin kuliah dimana. Ya, masalah biaya. Rasanya tak tega jika harus merengek lagi ke Ibu dan Ayah untuk minta dibiayai kuliah, untuk bayar uang gedung sekolah saja Ayahku setengah mati untuk melunasi juga merajuk pada kepala sekolah untuk diberi keringanan, setidaknya sampai aku mengikuti Ujian Nasional. Maklum, aku sekolah di Madrasah Aliyah Negeri satu-satunya di Bekasi, biaya gedung dan SPP masih terbilang mahal bagi keluargaku.
“Shel!”
Imah, teman sebangkuku membuyarkan lamunan. Entah sejak kapan dia duduk disampingku.
“Apaan sih? Ngagetin aja lo..”
“Kok, lo gak ikut anak-anak ke BP? Madam lagi ngejelasin beasiswa BidikMisi, tuh anak-anak lagi potokopi formulirnya, gue motokopiin buat lo juga kok.” Madam itu panggilan seluruh siswa disini untuk seorang guru BP, Ratni nama aslinya, bahkan ada beberapa siswa yang tidak tahu nama asli madam cantik itu.
“Itu beasiswa apaan, Mah? Syaratnya apa aja?”
“Itu beasiswa dari dikti, jadi buat siswa dari keluarga gak mampu, syaratnya ada kok tuh di lembar belakang formulirnya. Tapi gue liat tadi Annis yang bapaknya PNS aja mau daftar”
Aku hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan Imah, kemudian dia melanjutkan,
“Lo tahu Kak Rindah kan? Dia juga dapet bidikmisi lho, Sabtu besok kan ada edu days lo tanya-tanya aja, lo mau kuliah di UNJ kan? Nah, pas tuh. Kak Rindah kan anak UNJ.”
****
Hari ini setelah kelas berakhir akan ada edu days, kegiatan rutin setiap tahunnya dimana  alumni yang diterima di PTN atau PTS hadir untuk memberikan pencerahan terkait kampusnya masing-masing dihadapan siswa kelas 12. Karena sekolahku belum memiliki aula, terpaksa acara ini dilaksanakan di ruang Masjid. Aku masuk ke masjid dengan beberapa temanku yang lain.
Acara terus berlangsung, sampai jeda untuk ishoma alumni yang kuliah di kampus impianku belum juga unjuk gigi. Ternyata banyak teman-temanku yang berniat hadir karena ingin tahu tentang UNJ dan banyak pula alumni sekolahku yang diterima dikampus hijau tersebut, mungkin ini salah satu strategi ketua acaranya supaya adik-adiknya mengikuti acara sampai selesai.
Sela dua kampus yang presentasi, barulah kakak-kakak ber-almamater hijau maju kedepan. Secara garis besar aku memiliki gambaran tentang UNJ, tapi aku hanya terfokus pada satu fakultas, fakultas ilmu pendidikan. Cita-citaku ingin menjadi guru.
Acara ditutup setelah shalat ashar, aku memanfaatkan waktu untuk bertanya lebih dalam tentang UNJ juga beasiswa bidikmisi, aku mendekati Kak Rindah dengan beberapa temanku yang lain, Annis, Nadia, Sinta, Dewi dan Arin. Kami berenam memang berniat masuk dikampus tersebut. Banyak sekali hal yang diceritakan Kak Rindah, termasuk tentang bidikmisi. Aku bisa kuliah gratis dan mendapat biaya hidup setiap bulannya. Sejak saat itu aku bertekad, aku harus mendapatkan beasiswa itu. Selepas shalat magrib barulah aku pulang, dengan setitik harapan dihati bersama rintikan hujan yang menemani perjalanan, aku berbisik dalam hati sambil menjaga keseimbangan motor, Ridhoi usahaku ya Rabb..
***
Beberapa hari setelah Ujian Nasional, Madam mengumumkan bahwa sudah dibuka pendaftaran untuk SNMPTN tertulis. Aku sudah bilang pada Ayah terkait biaya pendaftaran, entah darimana Ayah mendapatkannya, Ayah hanya bilang “Kalau buat urusan sekolah, Ayah ada-adain Kak jual apa aja”. Anak mana yang tidak tersentuh hatinya?
Setelah dikabarkan bahwa pendaftaran bidikmisiku gagal, Madam bilang dataku tidak terbaca oleh server. Entah seperti apa jelasnya, yang jelas aku tidak bisa mendapatkan beasiswa itu. Kecewa memang, mengingat betapa sulitnya aku mengurus surat-surat yang berurusan dengan kelurahan, hujan-hujanan, menunggu berjam-jam. Tapi aku yakin, Allah tidak pernah tidur. Jadi, aku tetap bertekad untuk daftar SNMPTN tulis dengan cara kolektif di sekolah. Aku pilih program IPC, dari beberapa teman yang daftar aku orang pertama yang berhasil terdaftar dan mendapat tempat seleksi di sekolah yang tidak jauh dari rumah.
Selang satu hari, aku mendapat pekerjaan sebagai shopkeeper di toko baju perempuan di sebuah Mall. Untuk mengisi waktu luang juga membantu ekonomi keluarga alasan mengapa aku disini, di tengah rak-rak pakaian berharap ada pengunjung yang tertarik membeli. Gajiku disini tidak terlalu besar, tapi aku nyaman terlebih letaknya tidak jauh dari masjid karena letaknya di lantai dasar.
Beberapa hari lagi ujian SNMPTN dilaksanakan, ketika teman-temanku sibuk belajar ditempat bimbel ternama, membeli buku kumpulan soal keluaran baru, aku hanya belajar dari kertas soal ujian SNMPTN tahun lalu yang aku minta dari Kak Rindah serta beberapa lembar kertas yang aku fotokopi dari temanku yang membeli buku kumpulan soal. Ketika toko sedang tidak ada pengunjung aku selalu menyempatkan mengerjakan beberapa butir soal, diiringi dentuman musik yang biasa terdengar di Mall pada umumnya, suasana ini menantangku untuk tetap fokus mengerjakan soal.
Hari semakin mendekati waktu pelaksanaan tes, perasaanku cukup gugup. Bagiku tes ini satu-satunya jalan untuk mewujudkan cita-cita Ibu yang sebenarnya ingin anaknya bisa jadi sarjana,
“Kalau tes SNMPTN ini kamu nggak lolos, kamu kerja dulu ya Kak. Kumpulin uang dulu buat kuliah, Ibu gak yakin Ayah bisa ngebiayain sampai sarjana.” Pesan Ibu selalu terngiang jika timbul rasa pesimis untuk diterima di UNJ.
Lain hal dengan Ayah,
“Kamu yakin bakal keterima? Yang mau masuk UNJ itu ribuan lho, saingannya se-Indonesia. Kamu nggak pernah bimbel, mana keterima Kak..” Mengingat perkataan Ayah justru memacu semangatku, sedikit menyinggung memang.
Untuk mengikuti tes aku harus meminta ijin pada pemilik toko, untungnya dia memahami posisiku, mungkin karena dia juga pernah menjadi mahasiswa di Unila. Malam sebelum tes, aku mendirikan shalat sunnah lima puluh rakaat yang aku niatkan untuk mendapat ridha Allah agar aku lolos SNMPTN tulis. Nenek pernah melaksanakan shalat ini dengan harapan tulus meminta ridha Allah dan berhasil.
Beberapa minggu setelah tes, malam ini pengumuman tes SNMPTN. Sejak aku membuka toko perasaanku sudah tak karuan. Tak ada feeling apapun. Berarti aku harus mengakses di warnet belakang, gumamku.
  ***
“Ayah bangga kamu bisa kuliah disini, maaf Ayah pernah ngeraguin kemampuan kamu. Sekarang, jangan sia-siain kesempatan bisa kuliah di UNJ. Tinggal cari cara gimana bisa bayar biaya kuliah di semester selanjutnya.” Kata Ayah yang duduk disampingku, pandangannya menerawang. Saat ini aku sedang menunggu giliran untuk tes kesehatan di poliklinik dengan mahasiswa baru lainnya.
Betapa bahagianya aku ketika melihat layar komputer yang agak redup di warnet belakang Mall tempatku bekerja, namaku tertera disana beserta ucapan selamat karena aku menjadi mahasiswa UNJ jurusan manajemen pendidikan – fakultas illmu pendidikan. Saking harunya, aku meneteskan airmata, tak peduli dengan pandangan abang penjaga warnet yang heran melihat tingkahku. Lima temanku yang juga bersikeras ingin kuliah di UNJ, yang belajar di tempat bimbel ternama, berbeda nasib.
Betapa Maha Baiknya Allah, tak diduga Ayah mendapat rezeki yang cukup untuk membayar biaya kuliahku yang pertama. Tidak hanya itu, perjuanganku mengejar bidikmisi Allah lanjutkan disini. Kak Aga, ketua advokasi dijurusanku kala itu menanyakan  perihal ekonomi keluarga yang tertera dibiodata mahasiswa yang aku isi saat masa pengenalan akademik.
Kak Aga membimbing aku untuk melakukan wawancara di gedung rektorat selesai jam kuliah. Kurang dari seminggu aku mengurus berkas yang tinggal aku serahkan kepada PR III, hingga akhirnya aku dinyatakan berhak mendapatkan beasiswa, sebagai bidikmisi pengganti. Betapa indahnya rencana Allah, bukan?
Aku lihat kebahagian di mata Ayah dan Ibu, bebannya sedikit berkurang. Sekalipun biaya semesteranku termurah satu kampus. Ayah bilang, nenek dan saudaraku yang lain tak menyangka anak Ayah ada yang bisa lanjut ke perguruan tinggi. Belum lama aku tahu, aku adalah satu-satunya murid perempuan di kelas yang diterima di kampus ini. Seorang shopkeeper, bisa menjadi mahasiswa UNJ.
***
Aku sangat terinspirasi dengan perkataan Ayah Christopher kepada anaknya dalam film The Pursuit of Happiness,
“Jangan pernah biarkan orang lain mengatakan kamu tidak bisa melakukan apapun, termasuk Ayah. Jika kau memiliki impian, kamu harus menjaganya! Orang yang tidak dapat melakukan apapun untuk dirinya sendiri, mereka akan mengatakan  kamu tidak bisa melakukannya.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Jika kau menginginkan sesuatu, gapailah itu. Titik.”


*Kisah Inspiratif yang diikut sertakan dalam ajang BM Awards UNJ 2014*

Komentar

  1. Wah menginspirasi banget!! :))
    Kalau bisa sertai dengan gambar dooong Shell..
    BTW, menang gak nih kisah inspiratifnya? :p

    Sudah aku follow ya Shelly..
    kudu follow balik.. hehe

    Salam, KOMBUN <3

    BalasHapus
  2. hehe oke kaaak nanti posting slanjutnya diusahain pake gambar..
    sudah ku follback :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Lorax

26 Facts About Me

Metamorphic; from Job-seeker to Employee